Selasa 9 Agustus 2024,--
KOTA -- BEKASI,--
Diawali terkait adanya Dugaan Ketidaktransparanan dalam pengadaan barang dan jasa di RSUD Kota Bekasi kembali menjadi sorotan.
Dirilis dari Wartawan Media Okegasnews, yang mengungkapkan kesulitannya dalam mendapatkan informasi terkait pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan obat-obatan di rumah sakit tersebut.
Saat mengajukan permohonan Wawancara dengan Dr. Kusnanto, dengan Nomor surat Permohonan: 008/OGN/WAW/VII/2024 tanggal: 5 Juli 2024 perihal: Permohonan wawancara kegiatan pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan obat-obatan serta lainnya, namun ada dugaan permintaan tersebut ditolak oleh Direktur RSUD Kota Bekasi. Ketika wartawan mendatangi rumah sakit, mereka hanya ditemui oleh Yetti, Humas RSUD Kota Bekasi, yang juga menolak untuk diwawancarai.
Yetti beralasan bahwa pertanyaan yang diajukan terlalu banyak dan tidak cukup waktu untuk menjawabnya.
Padahal, wawancara ini dimaksudkan untuk memberikan klarifikasi apakah pengadaan alat kesehatan sudah terlaksana atau belum.
Namun, Yetti malah menantang wartawan untuk memberitakan penolakannya tersebut jika tidak bersedia diwawancara, Meskipun dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 dibenarkan dan diberikan hak untuk menolak, namun bila mengacu kepada UU Keterbukaan Informasi Publik yakni UU RI No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang isinya ; "
(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana ". Guna mencegah informasi liar yang berkembang di tengah Masyarakat, Apalagi Rumah Sakit tersebut berlebel Plat Merah.
Sikap tertutup ini menimbulkan dugaan adanya upaya untuk menyembunyikan informasi mengenai penyedia barang dan jasa.
Serta patut diduga juga ada praktik non standar proyek dalam pengadaan tersebut.
Menanggapi hal ini, Frits Sikat yang merupakan seorang aktivis kemanusiaan di Kota Bekasi, menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana publik.
" Setiap pejabat atau penyelenggara negara wajib dikontrol oleh siapa pun, termasuk masyarakat, karena yang dikelola adalah uang rakyat melalui pembayaran pajak, bukan uang pribadi, dan kalau Permohonan dari Insan Pers untuk sekedar wawancara saja ditolak ini REAL bentuk CONGKAK dari seorang Pejabat," tegas Frits.
Frits juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memanggil Direktur RSUD Kota Bekasi guna memberikan keterangan terkait adanya dugaan pemberian cashback oleh penyedia barang." Apalagi, pembelian lewat e-katalog tidak bisa diakses oleh siapa pun selain Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," tambahnya.
" Permintaan untuk transparansi ini menunjukkan betapa pentingnya keterbukaan informasi dalam pengelolaan dana publik, demi mencegah praktik korupsi dan memastikan akuntabilitas penyelenggara negara," pungkasnya.
( GEOFFREY . M )